BALUARTI KRATON
KESEPUHAN CIREBON
Pada abad XV (th. 1430) Pangeran
Cakrabuwana putra mahkota Pajajaran membangun kraton kemudian diserahkan kepada
putrinya Ratu Ayu Pakungwati, maka
kratonnya dinamai Kraton Pakungwati (hingga sekarang dikenal dengan sebutan
Dalem Agung Pakungwati).
Ratu Ayu Pakungwati
kemudian menikah dengan sepupunya Syech Syarif Hidayatullah (putra Ratu Mas
Larasantang adik Pangeran Cakrabuwana) lebih dikenal dengan sebutan Sunan
Gunung Jati, kemudian Sunan Gunung Jati dinobatkan sebagai Pimpinan atau Kepala
Negara di Cirebon dan bersemayam di Kraton Pakungwati. Semenjak itu Cirebon
merupakan pusat pengembangan agama Islam di Jawa dengan Wali Sanga yang
dipimpin Sunan Gunung Jati dan peninggalan-peninggalannya diantaranya Masjid
Agung Sang Cipta Rasa.
Pada abad XVI Sunan
Gunung Jati wafat, kemudian pangeranm Emas Moch Arifin cicit dari Sunan Gunung Jati bertahta menggantikannya.
Kemudian pada tahun candra sangkala Tunggal tata Gunaning wong atau 1451 Saka
yaitu th. 1529 beliu mendirikan Kraton baru disebelah barat daya Dalem Agung
Pakungwati, Kraton ini dinamai Kraton Pakungwati dan beliau pun bergelar
Panembahan Pakungwati I.
Kraton Pakungwati mengambil
dari nama Ratu Ayu Pakungwati Putri Pangeran Cakrabuwana yang menikah dengan
Sunan Gunung Jati. Putri ini cantik rupawan dan berbudi luhur dapat mendampingi
suami dibidang pembinaan Negara dan Agama juga penyanyang rakyat.
Pada th. 1549 Masjid Agung Sang Cipta Rasa
kebakaran, Ratu Ayu Pakungwati yang sudah tua itu turut memadamkan api, api
dapat dipadamkan namun Rt. Ayu Pakungwati kemudian wafat. Sejak saat itu nama
Pakungwati dimulyakan dan diabadikan oleh nasab Sunan Gunung Jati.
Pada th. 1679 didirikan Kraton Kanoman oleh Sultan
Anom I (Sultan Badridin) maka semenjak itu Kraton Pakungwati disebut Kraton
Kasepuhan hingga sekarang dan sultannya bergelar Sultan Sepuh. Kasepuhan
artinya tempat yang sepuh/tua , jadi antara Kasepuhan dan Kanoman itu awalnya
yang tua dan yang muda (kakak beradik).
Lokasi bangunan Kraton
Kasepuhan membujur dari utara ke selatan atau menhadap ke utara, karena
kraton-kraton di Jawa semuanya menghadap ke utara artinya menghadap magnet
dunia, arti falsapahnya sang raja mengharapkan kekuatan.
Denah Keraton Kesepuhan
URUTAN-URUTAN
BALUARTI
1.
Alun-alun
Semenjak jaman Sunan Gunung Jati, alun-alun depan kraton dinamai
Sangkala Buwana. Ditengah-tengahnya tumbuh sepasang beringin jenggot, namun
semenjak th. 1930 beringin itu sudah tidak ada lagi.
Tanggal
6 November 1988 alun-alun diperindah
disesuaikan dengan pola keindahan tata kota oleh Pemda Kodya Cirebon dengan
seijin Sultan Sepuh Kasepuhan. Dahulu alun-alun fungsinya untuk rapat akbar
atau apel besar dan baris berbaris para prajurit atau latihan perang-perangan
juga pentas perayaan Negara.
2.
Majid Agung
Sebelah barat alun-alun berdiri bangunan masjid yang dibangun
pada th. 1422 S. atau 1500 M. Oleh Wali Sanga dan masjid itu dinamai Sang Cipta
Rasa. Sang = keagungan, Cipta = dibangun, Rasa = digunakan, artinya bangunan
besar ini pergunakanlah untuk ibadah dan kegiatan agama.
3.
Panca Ratna
Sebelah selatan alun-alun sebelah barat jalan menuju kraton
berdiri bangunan tanpa dinding dinamai panca ratna. Panca = lima yang dimaksud
disini hakikatnya Panca Indra atau getaran yang lima yaitu: Pangucap, Panghirup
(hidung), Pangrungu (telinga), Pandeleng (mata), dan napsu. Juga panca
diartikan dengan jalannya, Ratna dengan Sengem atau suka, maksudnya jalannya
kesukaan.
Panca Ratna fungsinya untuk tempat seba atau menghadap para
penggede desa atau kampong yang diterima oleh Demang atau Wedana Kraton. Para
penggede itu setiap hari Sabtu pertama diharuskan bermain sodor berkuda yaitu
semacam perang rider, permainan itu disebut Sabton. Sultan sangat suka sekali
melihat permainan ini, biasanya melihat dari Siti Inggil dengan para
penggiringnya.
4.
Panca Niti
Sebelah timur jalan menuju kraton berdiri bangunan tanpa dinding
dinamai Panca Niti. Panca = jalan, Niti = dari kata Nata atau Raja namun yang
dimaksud disini Atasan.
a.
Tempat Perwira yang sedang melatih
perang-perangan pada prajurit
b.
Tempat istirahat setelah berbaris
c.
Tempat Jaksa yang akan menuntut hukuman
mati terdakwa kepada Hakim, dan apakah terdakwa itu dapat Grasi dari Raja
d.
Tempat petugas yang mengatur keramaian
atau pentasan yang diadakan Negara.
5.
Kali Sipadu
Sebelah selatan Panca Ratna dan Panca Niti membentang selokan
dari barat ke timur yang dinamai kali Sipadu berfungsi sebagai pembatas antara
umum dan penghuni baluarti Kraton Kasepuhan.
6.
Kreteg Pangrawit
Di atas kali sipadu ada jembatan menuju Kraton yang dinamai
Kreteg Pangrawit. Kreteg = perasaan,
Pangrawit = kecil ( yang dimaksud lembut/halus atau baik) artinya: Orang yang
melintasi jembatan ini diharapkan yang bermaksud baik-baik saja yang telah diperiksa
oleh kemitan Panca Ratna.
7.
Lapangan Giyanti
Setelah melewati jembatan pangrawit sebelah barat jalan ada
lapangan yang dinamai Lapangan Giyanti, dahulunya Taman yang dibangun oleh P.
Arya Carbon Kararangen (P. Giyanti).
8.
Siti Inggil
Sebelah timur lapangan Giyanti berdiri bangunan dari bata merah
berbentuk podium dinamai Siti Inggil. Siti = tanah, Inggil = tinggi (dari
bahasa Cirebon). Siti Inggil dikelilingi tembok bata merah berupa Candi Bentar.
Candi = tumpukan, Bentar = bata. Tiap pilar diatasnya ada Candi Laras. Candi =
tumpukan, Laras = sesuai. Artinya peraturan itu harus sesuai dengan ketentuan
hukum.
Di Siti Inggil berdiri lima buah bangunan tanp dinding beratap
sirap, deretan depan dari barat ke timur :
1.
Mande Pendawa Lima, fungsinya untuk duduk
pengawal raja
2.
Mande Malang Semirang atau Mande Jajar, fungsinya untuk tempat
duduk raja bila melihat acara di alun-alun juga bila sedang mengadili terdakwa
3.
Mande Semar Tinandu, fungsinya untuk
tempat duduk penghulu atau penasehat raja
4.
Mande Karesmen, fungsinya untuk tempat
membunyikan gamelan sekaten
5.
Mande Pengiring, fungsinya untuk tempat
duduk prajurit pengiring raja juga tempat hakim menyidang terdakwa yang
dituntut hukuman mati oleh jaksa
Di Siti Inggil gapura
depannya model Bali dinamai Gapura Adi, gapura belakangnya dinamai Gapura
Banteng, karena dikaki gapura terdapat gambar banteng, ini melambangkan
kekuatan dan keberanian daripada aparatur Negara.Di Siti Inggil ditanam pohon
Tanjung yaitu lambang Nanjung dalam bertahta. Dihalaman Siti Inggil juga
terdapat meja batu dari Kalingga dan bangku batu dari Gujarat yang dibawa oleh
Dr. Raffles (orang Inggris yang sejarah
dunia). Siti Inggil mengalami pemugaran oleh Dinas Heid Keunde Belanda di th.
1934-1938 namun tidak merubah bentuk aslinya.
9.
Pengada
Sebelah selatan Siti Inggil berdiri bangunan tanpa dinding
menghadap ke barat dinamai Pengada atau Kubeng artinya keliling. Pengada
fungsinya untuk tempat Panca Lima. Panca, diartikan jalannya = gerakan. Lima
yang dimaksud 5 unsur aparat yaitu: Demang Dalem, Camat Dalem, Lurah Dalem,
Laskar Dalem dan Kaum Dalem. Tepatnya
Pengada itu tempat tugas kelima unsure aparat itu.
10.
Kemandungan
Masuk gerbang Penggada kita akan sampai ke halaman yang dinamai
Kemandungan, duhulunya didekat gerbang lonceng ada bangunan dinamai Gedung
Kemandungan = andalam (cagaran), gedung ini untuk penyimpanan senjata (alat
perang), sebelah selatannya ada sumur yang dinami Sumur Kemandungan untuk
mencuci sejata (alat perang) pada tg. 1 s/d 10 muharam. Sekarang gedung
kemandungannya sudah tidak ada dan senjatanya dipindahkan ke gedung museum.
11.
Langgar Agung
Sebelah barat Kemandungan berdiri bangunan yang dinamai Langgar
Agung = Musholah, untuk sholat orang-orang dalam, sholat taraweh, sholat idul
fitri dan idul adha Sultan, Kerabat dan Kaum Dalem.
Didepan Langgar Agung ada cungkup untuk tempat bedug, bedugnya
dinamai Sang Magiri yang artinya bila bedug sebagai isyarat untuk
memperingatkan masuknya waktu sholat agar semunanya menggerjakan sholat.
Langgar Agung sampai sekarang masih digunakan untuk pelaksanaan
selamatan bubur slabuk pada tg. 10 muharam, apem tg. 15 syafar, mauludan tg. 12
rabiul awal (ba’da sholat isya s/d selesai), tajiloan pada bulan romadon,
selamatan lebaran tg. 1 syawal dan penyembelihan qurban tg. 8 dzulhijah (idul
adha) oleh pihak kraton.
12.
Pintu Gledegan
Dari Kemandungan arah ke selatan melalui gerbang yang dinamai
pintu gledegan sekarang berdaun pintu trails dan besi, dahulu dijaga 2 orang
prajurit bertombak. Bila ada orang yang masuk
maka akan terdengar suara menggeledeg seperti petir, karena itu gerbang
ini dinamai Pintu Gledegan
13.
Taman Bunderan Dewan Daru
Setelah melewati Pintu Gledegan kita akan menemui sebuah taman
yang dinamai Taman Bunderan Dewan Daru. Taman ini dibuat Plan soen rolaknya
dari batu cadas, ditaman ini ditanami 8 buah pohon Dewan Daru maka taman ini
dinamai Taman Bunderan Dewan Daru (bentuknya bundar). Bunderan = bundar yang
dimaksud sepakat, Dewan = dewa atau makhluk halus, Daru = cahaya, artinya:
jadilah orang yang menerangi sesama mereka yang masih hidup dalam rasa
kegelapan.
Ditaman ini terdapat:
a.
Nandi (patung lembu kecil) = lambang
kepercayaan hindu sebagai koleksi
b.
Pohon Soka sebagai lambang suka (hidup
bersuka hati)
c.
Patung 2 ekor macan putih, merupakan
lambang pajajaran
d.
Meja dan bangku batu sama dengan yang
dihalaman depan Siti Inggil
e.
2 buah meriam persembahan dari Prabu
Kabunangka Pakuan, meriam ini dinamai Ki satoma dan Nyi Santomi.
14.
Museum Kuno
Sebelah barat Taman Bunderan Dewan Daru berdiri bangunan museum
yang pernah dipugar oleh departeman P & K Dinas Purbakala pada th.
1974-1975, dan bentuknya dirubah menjadi bentuk huruf E tapi tembok tengahnya
(yang atas pilarnya ada momolo bunga teratai kudup) masih asli. Pintu museum
yang tengah khusus untuk masuk orang dinas yang berkepentingan saja, kalau
untuk pengunjung wisata masuk dari pintu sebelah selatan dan keluar dari pintu
sebelah utara,
Museum ini untuk penyimpanan barang-barang antic peninggalan
sejarah seperti barang kerajinan dari dalam dan luar negeri, alat upacara adat
dan juga senjata sebagai koleksi diantaranya:
a.
Seperangkat Gamelan Degung persembahan
dari Ki Gede Kawungcaang Banten th. 1426 karena putrinya Dewi Kawung Anteng
dinikah Sunan Gunung Jati. Degung ini merupakan duplikat dari Degung Pusaka
Pajajaran
b.
Seperangkat Gamelan Berlaras Slendro dan
Wayang Purwa dari Cirebon th. 1748 peninggalan Sultan Sepuh IV, gamelan ini
dinamai Si Ketuyung.
c.
Vitrin I : Berisi Pagoda Graken untuk
tempat jamu, Peti Kandaga dari Suasa untuk tempat perhiasan, dan Kaca Rias
(cermin) semua peninggalan tahun 1506.
d.
4 buah Rebana peninggalan Sunan Kalijaga
tahun 1412 dan Genta (bel) yang dinamai Bergawang, dahulu sebagai tanda
pelantikan Sunan Gunung Jati Syech Syarif Hidayatullah dinobatkan sebagai
Sultan Auliya Negara Cirebon oleh Dewan Wali Sanga, menguasai daerah Cirebon,
Kuningan, Indramayu, dan Majalengka pada tahun 1429.
e.
Seperangkat Gamelan Sekaten persembahan dari
Sultan Demak ke III (Sultan Trenggono) pada waktu pernikahan Ratu Mas Nyawa
((adik Sultan Trenggono) dengan P.Bratakelana putra Sunan Gunung Jati tahun
1495. Gamelan ini digunakan sebagai alat propaganda untuk memikat orang-orang
Hindu masuk Islam, hingga sekarang Gamelan Sekaten ini dibunyikan setiap hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha di Siti Inggil.
f.
Vitrin II : Berisi tempat tinta dari
Cina tahun 1697, Ani-ani untuk potong padi, Gelas Minum dari VOC tahun 1745,
alat upacara Raja yaitu : 2 buah Jantungan, 2 buah Manggaran dan 2 buah Nagan
terbuat dari perak (sekarang digunakan untuk upacara Grebeg Mulud), Standar
Lilin Kristal dari Prancis tahun 1738, Lumbung padi (miniatur) terbuat dari
uang kepeng Cina, 4 buah Kerang buntet dari Laut Banda, Ukiran kayu berbentuk
naga badannya saling melilit disebut Naga Tunggul Wulung kepercayaan dulu
sebagai tumbal (mascot), Naga Tunggul Wulung itu pengawlnya Pohaci (Dewa Padi),
Satu set Perhiasan Pengantin untuk Putra Raja tahun 1526 terbuat dari logam
kuningan sari, dll.
g.
Vitrin III : Berisi 24 buah baju logam disebut
Harnas/Malin juga disebut Baju Kere dari Portugis tahun 1527.
h.
3
buah peti kayu berukir dari Cina dan 6 buah peti dari Mesir pada jaman Sunan
Gunug Jati.
i.
Vitrin IV : Berisi Kujang, Cundrik Pedang, dan
Trisula.
j.
Vitrin V : Berisi beberapa buah mata
tombak.
k.
Vitrin VI : Berisi Bedil berlidi
(penyocok mesiu) dari Mesir, Bedil dobel loop dan Pedang dari Portugis.
l.
Di ruang pintu tengah ada 2 buah Meriam dari
Kalingga India persembahan dari Patih Keling yang diIslamkan olh Sunan Gunung
Jati tahun 1423, kamudian Ki Patih beserta anak buahnya turun-temurun mengabdi
untuk menjaga makam Sunan Gunung Jati hingga sekarang.
m)
Vitrin VII : Berisi barang keramik dari
Cina tahun 1424, di bawahnya berisi senjata/keris-keris persembahan dari
masyarakat.
n)
Vitrin VIII : Berisi beberapa buah genta
kerajina dari Cina, beberapa buah kendi terbuat dari buah labu, 4 buah patung
kayudari Bali yang disebut Kisna Murti. Krisna=Wisnu, Murti=Kuasa ini menggambarkan
Dewa Wisnu dilahirkan ke dunia untuk mencegah kemurkaan manusia, jin, dan
hewan, beberapa buah piring dan mangkuk persembahan dari Sultan Aryadilah
Palembang, Kelapa Janggil penemuan P.Cakrabuwana dari laut Aden waktu pulang
dari Haji tahun 1390, dll.
o) Rak berisi beberapa buah tombak seligi.
p) Di tembok bebelah barat terdapat panah
beseta gendewanya, di sampingnya Rak berisi beberapa buah tombak.
q)
Vitrin IX : Berisi Kujang dan Cundrik
dari Padjajaran sejak jaman P.Cakrabuwana lalu diberikan kepada Sunan Gunung
Jati.
r)
Beberapa buah Meriam dari Cina tahun
1676 dan Meriam dari Portugis tahun1527 pada waktu itu Portugis memonopoli
perdagangan di Sunda Kelapa dan menduduki Sunda Kelapa kemudian diusir oleh
Tubagus Paseh (Fatahillah) menantu Sunan Gunung Jati dengan bantuan sisa lascar
Pajang, kemudian Portugis mundur ke Sumatera dan akhirnya ke Malaka, di antar
Meriam dari Cina dan Portugis terdapat alat Debus dari Banten persembahan dari
Sultan Hasanudin Banten tahun 1552 untuk Panembahan Pakung Wati, dibawahnya
terdapat batu peluru bandil (bahasa arab disebut Hajar Rajam) untuk perang pada
masa dulu.
s)
Rak berisi beberapa buah tombak Cls
untuk khotbah.
t)
Vitrin X : Berisi 48 buah tombak
Dwisula, 37 buah Trisula, 40 buah Catur Sula yang kesemuanya dibuat oleh Sultan
Sepuh V mandalnya di Desa Malanghaji tahun 1776, 84 buah Bayonot peninggalan
Kompeni Belanda tahun 1745 dan senjata-senjata persembahan dari masyarakat
untuk dimusiumkan.
u)
Di sudut ruangan ada 1 set Meja Kursi
hitam model Eropa tahun 1845, di sampingnya terdapat ukiran kayu motif pohon
teratai dari Cina persembahan Kapten Cina dari Pekalongan yang bernama Tan
Tjoeng Lay yang ahli bahasa Belanda, Inggris, Tak The, Melayu, Jawa dan Sunda
gelar Tumenggung Arlya Wira Cula tahun 1676-1697.
v)
Vitrin XI : Berisi beberapa mata tombak
pada jaman Sultan Sepuh V.
w) Vitrin XII : Berisi Pagoda Graken, Mangkok
besar dan Kendi Keramik dari Mongolia Dinasti Ming, Cangkir dari Cina tahun
1424.
x)
Meja Vitrin I : Berisi mata tombak
ditatrap emas, keris sekin karya Empu jaman Sunan Gunung Jati, mata tombak
besar tatrap emas khusus untuk Ki Bergawa Perwira kuat berbadan besar seperti
Samson atau Hercules dan Badik dari Makasar.
y) Meja Vitrin II : Berisi Busana Puta-Putri
masa Sultan Sepuh X.
z) Vitrin XII : Berisi mata tombak dan keris.
1)
Di pojok sebelah timur terdapat ukiran kayu Ganesha naik Gajah karya Panembahan
Girilya tahun 1582.
2)
Seperangkat alat Tedak Siti atau Mudun Lemah (turun tanah) terdiri dari : 1
buah Sangkar Bambu, 1 buah Kursi dan tangga kecil berundaga lima untuk upacara
Turun Tanah anak umur 7 bulan, acaranya setelah undangan kumpul Anak dipapah
lalu kakinaya diinjakkan pada ambalan tangga dan terakhir dimasukkan sangkar
yang di dalamnya ada tanah kemudian kakinya diinjakkan ke tanah lalu disuruh
milih. Jika mengambil padi bakal jadi petani, uang bakal jadi pedagang, pensil
bakal jadi pegawai, buku bakal jadi ahli ilmu, Qur’an ahli agama, emas banyak
harta, pisau jadi tentara. Peralatan ini peninggalan Sultan Sepuh XI tahun 1899.
3)
Di sekeliling tembok Musium terdapat beberapa buah ukiran kayu diantaranya
ukiran kayu Mantingan yang menggambarkan manusia purba dari Desa Mantingan
Kerajaan Pajang pada jaman Panembahan Pakung Wati I yang bersahabat dengan
Sultan Pajang dan berjodoh dengan Putri Pajang Rt.Mas Gulampok Anggoros
tahun1510, ukiran kayu menggambarkan 2 makhluk prabangsa berhadap-hadapan karya
Panembahan Pakung Wati I dikala melihat awan bergumpal di langit berbentuk
binatang lalu digambar di tanah kemudian dibuat ukirannya, dsb.
15.
Musium Kereta
Sebelah timur Taman
Bunderan Dewan Daru berdiri bangunan untuk tempat penyimpanan Kereta Pusaka
yang dinamai Kereta Singa Barong. Singa= dari Sing Ngarani (bah.Cirebon),
Barong=dari bareng-bareng, jadi Singa Barong itu artinya sing ngarani
bareng-bareng arti bahasa Indonesianya=yang member nama bersama-sama.
Kereta ini dibuat tahun 1549 atas Prakarsa Panembahan Pakungwati I
mengambil pola makhluk prabangsa, arsiteknya Panembahan Losari, Werk Bas Dalem
Gebang Sepuh dan pemahatnya Ki Nataguna dari Kaliwulu. Kereta Singa Barong
perwujudan dari 3 binatang jadi satu yaitu:
1. Belalai
Gajah melambangkan persahabatan dengan India yang beragama Hindu.
2. Kepala Naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama
Budha.
3. Sayap dan Badan mengambil dari buroq melmbangkan persahabatn dengan
Mesir yang beragama Islam.
Dari ketiga kebudayaan menjadi satu (Hindu, Budha, Islam) digambarkan
dengan Trisula di Belalai. Tri=Tiga, Sula=Tajam, yang dimaksud tajamnya Alam
PPikiran Manusia yaitu : Cipta, Rasa, Karsa. Ada
Sastra Jawa berbunyi = Witing Guna Saka Kaweruh Dayane Satuhu yang artinya : Asalnya
Kebijaksanaan itu dari Pengetahuan jalankanlah dengan mantap dan baik Kereta
ini dahulunya digunakan untuk Upacara Kirab keliling kota Cirebon tiap tanggal
1Syura/Muharam dengan ditarik oleh 4 ekor Kerbau Bule. Semenjak tahun1942 sudah
tidak dipakai lagi.
- Di dalam Musium
Kereta juga terdapat 2 buah Tandu Jempana dari Cina persembahan dari Kapten Tan
Tjoeng Lay dan Kapten Tan Boen Wee tahun 1676. Tandu Jempana ini
untuk Permaisuri dan Putra Mahkota.
– Tandu Garuda Mina dibuat tahun 1777 di Gempol Palimanan, tandu ini
dipergunakan untuk mengarak anak yang mau dikhitan.
– Juga terdapat Pedang-pedang dari Portugis dan Belanda, 2 buah Meriam
dari Mongolia tahun 1424 yang berbentuk Naga.
– Di belakang Kereta terdapat tombak-tombak panjang berbendera kuning
yang disebut Blandrang, biasanya tombak-tombak ini dibawa oleh Prajurit
Panyutran sebagai barisan kehormatan, juga terdapat Tunggul Gada/Tunggul Manik
sebagai lambing Penerangan, dan Payung Keropak sebagai lambing Pengayoman.
–
Seperangkat Angklung Kuno persembahan dari Masyarakat daerah Kuningan.
16. Tugu Manunggal
:
Sebelah selatan Taman
Bunderan Dewan Daru terdapat Batu pendek dikelilingi 8 buah pot bunga,
maksudnya Lambang Kepercayaan Islam menyembah kepada Allah yang Satu Dzat
Sifatnya. Tugu ini dinamai Tugu Manunggal.
17. Lunjuk :
Sebelah barat Tugu
Mnunggal berdiri bangunan yan disebut Lunjuk yang artinya Petunjuk fungsinya
untuk tempat Staf harian yang
tugasnya melayani tamu yang ingin menghadap Raja (mencatat dan melaporkan).
18. Sri Manganti
:
Sebelah timur Tugu
Mnunggal berdiri bangunan tanpa dinding yang disebut Sri = Raja, Manganti =
menunggu. Artinya : Tempat menunggu keputsan Raja setelah melapor di Lunjuk.
19. Kuncung dan
Kutagara Wadasan :
Sebelah selatan Tugu
Manunggal ada bangunan beratap sirap disebut Kuncung (Poni) fungsinya untuk
tempat parker kendaraan Raja/Sultan dibangun tahun 1678 oleh Sultan Sepuh I,
Kuncung bergorbang putih dibuat mengandung seni khas Cirebon, bawahnya berukir
Wadasan yang melambangkan Manusia hidup harus mempunyai pondasi yang kuat,
atasnya berukir Mega Mendungan yang melambangkan jika sudah menjadi Pimpinan
atau Raja harus bias mengayomi bawahannya atau rakyatnya. Gapura ini
disebut Gapura Kutagara Wadasan.
20. Jinem Pangrawit
:
Sebelah selatan Kuncung
terdapat ruangan sebagai serambi depan Kraton yang disebut Jinem Pangrawit.
Jinem = Kejineman (tempat tugas), Pangrawit = dari kata rawit (kecil) yang
dimaksud halus atau bagus (baik), fungsinya untuk tempat tugas Pangeran
Patih atau wakil Sultan menerima tamu.
21. Pintu Buk Bacem
:
Sebelah barat dan timur
Jinem Pangrawit terdapat Pintu Gerbang baratap tembok lengkung (hoeg/buk)
berdaun pintu kayu. Kayunya dibacem dulu (direndam dengan diberi ramuan). Pintu
ini disebut Pintu Buk Bacem. Pintu yang sebelah barat untuk pengunjung wisata,
dan yang sebelah timur untuk keluar-masuk penghuni keratin tiap hari.
22. Gajah Nguling
:
Sebelah dalam Jinem
Pangrawit terdapat bangunan tanpa dinding bertiang putih disebut Loos Gajah
Nguling mengambil dari gajah sedang nguling (menguak) belalainya bengkok, bentuk
bangunan ini pun tidak lurus seperti
belalai gajah sedang menguak. Maksudnya tidak boleh boros harus irit, loos ini
dibangun Sultan Sepuh IX tahun 1845, fungsinya sebagai penghubung Jinem
Pangrawit dengan Bangsal Pringgadani.
23. Bangsal
Pringgadani :
Sebelah dalam/selatan
Loos Gajah Nguling ada ruangan yang dinamai Bangsal Pringgadani mengambil nama
dari cerita pewayangan, fungsinya untuk Pisowan (menghadap) para Bupati
Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka. Juga sewaktu-waktu dipakai siding
para Wargi Kraton.
24. Langgar Alit
:
Sebelah barat Bangsal
Pringgadani berdiri bangunan tanpa dinding yang dinamai Langgar Alit fungsinya
untuk Tadarus setelah Sholat Tarawih kemudian memebunyikan Terbang/gembyung,
pada tanggal 15 Ramadhan diadakan selamatan Khatam Qur’an ke I, tanggal 17
Ramadhan peringatan Nuzulul Qur’an, tanggal 29 Ramadhan maleman, tanggal 30
Ramadhan khatam ke II, tanggal 1 Syawal ba’da Isya Penghulu dan Kaum menerima
zakat fitrah dari Sultan Sepuh sekeluarga, tanggal 27 Rajab ba’da Isya diadakan
Isro Mi’raj (rajaban), tanggal 15 Sya’ban diadakan Nifsu Sya’ban (Rewahan), dan
peringatan hari-hari besar Islam hingga sekarang. Langgar Alit pernah dipugar bersamaan dengan Siti Inggil, dan lantainya
diganti dengan marmer. Sebelah
utara Langgar Alit sejajar tembok terdapat pintu yang disebut Pintu Putri.
Pintu ini menuju ke Kaputren, umum tidak boleh melalui pintu ini.
25. Jinem Arum :
Sebelah timur Bangsal Pringgadani
berdiri bangunan tanpa dinding dinamai Jinem Arum yang fungsinya untuk ruang tunggu Wargi yang mau menghadap Sultan.
26. Kaputran :
Sebelah timur Jinem
Arum berdiri bangunan menghadap ke utara dinamai Kaputran, fungsinya untuk
tempat tinggal Putra Sultan yang laki-laki.
27. Bangsal
Prabayaksa :
Sebelah dalam Bangsal
Pringgandani ada ruangan yang disebut Bangsal Prabayaksa. Praba = sayap, Yaksa
= besar, arti maksudnya : Sultan melindungi rakyat dengan kedua tangannya
yang besar seperti induk ayam melindungi anaknya dengan kedua sayapnya.
Yang dimaksud disini Besar kekuasaannya. Bangsal Prabayaksa dibangun tahun 1682
oleh Sultan Sepuh I, dan fungsinya untuk tempat sidang Menteri Negara
Keraton Kesepuhan.
28. Kaputern :
Sebelah barat Relief
terdapat pintu menuju ke bangunan yang dinamai Kaputren yang fungsinya untuk
tempat tinggal Putra Sultan yang Perempuan.
29. Dalem Arum :
Sebelah timur Relief
terdapat pintu menuju ruangan yang disebut Dalem Arum atau Kedaton yang
fungsinya untuk tempat tinggal Sultan dan keluarganya turun temurun hingga
sekarang, umum dilarang masuk.
30. Bangsal Agung
Panembahan :
Sebelah selatan Bangsal
Prabayaksa naik tangga terdapat ruangan yang disebut Bangsal Agung Panembahan,
fungsinya untuk tempat Singgasana Gusti Panembahan.
Didalam Bangsal Agung Panembahan terdapat Kursi Singgasana dengan
mejanya berkaki gambar ulat yang
melambangkan : dahulu ucapan Raja merupakan Hukum, di belakang singgasana
terdapat Tempat tidur yang disebut Ranjang Kencana untuk istirahat siang
Raja/Sultan, sebelah kanan dan kiri Singgasana terdapat Meja dan Kursi untuk
Permaisuri dan Putra Mahkota bila berkenaan hadir. Sekarang
Bangsal Panembahan dipergunakan untuk sesaji saran Panjang Jimat (selamatan
Maulud) yang mengerjakan Kaum Masjid Agung dan disaksikan oleh Sultan, Rden Ayu
dan Kerabat Keraton, waktunya ba’da Isya tanggal 12 Rabiul Awal, setelah
selesai diiring menuju Langgar Agung. Lanti Bangsal Agung Panembahan masih asli
tahun1529, sedangakn lantai Bangsal Prabayaksa dan Pringgadani sudah diganti
tahun 1934, dan Jinem Pangrawit tahun 1997.
31. Pungkuran :
Sebelah selatan Bangsal
Agung Panembahan terdapat ruangan tanpa dinding merupakan Serambi Belakang yang
disebut Pungkuran atau Buritan karena letaknya paling belakang, fungsinya untuk
tempat sesaji sarana Maulud Nabi SAW.
32. Dapur Mulud :
Di depan Kaputren agak
ke barat berdiri bangunan menghadap ke timur dinamai Dapur Mulud yang fungsinya
untuk tempat memasak bila selamatan Maulud Nabi, yang memasaknya Ibu-ibu Kaum
Masjid Agung.
33. Pamburatan :
Sebelah selatan
Kaputren terdapat bangunan yang dinamai Pamburatan (Pengguratan) untuk tempat
mengurat (mengerik) kayu-kayu wangi bahan boreh (param) selamatan Maulud nabi
SAW. Melihat kejadian-kejadian pembuatan bangunan Keraton Kespuhan
(Pakungwati) bias ditarik kesimpulan bahwa dahulunya berbentuk seperti Motel
kemudian Sultan-Sultan turun-temurun berjasa menambah bengunan sehingga
bentuknya menyatu seperti yang terlihat sekarang ini.
Demikianlah apa yang
tertuang dan tersaji dalam Buku Panduan ini semuanya disusun kembali dari Buku
Panduan yang ada (R.Saleh) dengan tidak menambah, mengurangi ataupun merubah
dari arti, maksud dan tujuannya.
Apabila ada keternagan
yang kurang berkenan atau kurang dimengerti mohon ma’af sebesar-besarnaya.
Amin.
0 komentar:
Posting Komentar